Saturday 21 March 2009

Perempuan, titik!

Hari I

“Ceritakan padaku tentang kecantikan,”
“Tidak”
“kenapa?”
“Karena kecantikan serupa pamflet,”
“Bangsat!”
“Kenapa kau murka?”
“Karena aku perempuan.”

Brraak..!!

Hari II

“Katakan padaku perihal kelembutan,”

Aku diam.

“Katakan! kenapa diam?”
“Karena kau perempuan!”

Kamu tak lagi mendesak. Di depan mataku ada dua puting kecoklatan. Sama seperti milikku, namun dadamu lebih besar dan membusung. Liontin tergantung manis di atas kulit putih, dan lamis. Sorot matamu tajam, namun terburu teredam oleh bulu mata yang tebal dan lentik. Dan, ah, kamu sungguh tidak pernah memperhatikan rambut yang bercukul di teras kemaluanmu sendiri.

“Kau pertaruhkan semua ini hanya untuk mendengar jawabanku?”
“Untuk jawaban! Hanya itu!”
“Ya, untuk jawaban! Tapi kenapa harus telanjang? Bukankah kamu selalu merawatnya, untuk kemudian kamu banggakan?”
“Bangsat! Jangan berbesar hati, aku telanjang hanya untuk memecah anggapanmu,” jawabmu ketus.
“Tapi aku laki-laki!”
“Ah, kamu sungguh sama seperti lelaki lain. Impoten!”
“Anjing! Kamu menuduhku?!”
“Kau merasa sebagai lelaki, seketika saat ada perempuan!”
“Tentu, karena aku lelaki. Normal bukan?!”
“Normal katamu?!”

Cuih..!! Kamu meludah.

Limbung. Kamu benar-benar mempertanyakan kelelakian. Aku tersudut, dan sulit menepis. Wajahmu cengar, menyala penuh emosi. Tidak! Kamu tengah mengolok dan mencaci dengan bingar. Kamu senang. Kau cipta seruang penjara nan pengap, meludahi, bahkan kencing tepat di mukaku: “Penindas! Pencari kepuasan!” cecarmu. Lalu kamu beranjak dengan membawa kepuasan tak terkira.

Hari III

“Apalagi yang hendak kau tanyakan?”
“Tidak”
“Lalu?”
“Kamu belum lagi menjawab pertanyaan-pertanyaanku,”
“Kenapa harus aku?”
“Karena kamu lelaki, dan bukan aib untukku telanjang di depanmu.”
“Saya tidak pernah memintamu telanjang!”
“Ya! Tapi, kamu selalu menyembunyikan jawaban di balik keperempuananku.”
“Oh...jadi, otak kamu sembunyikan di antara lipat selangkangan? Sejak kapan?!”

Kamu tidak langsung menjawab.

“Jangan kau tanyakan itu, aku tidak mungkin menjawab,”
“Malang nian! Kamu benar-benar hidup sebatangkara. Dan nasib burukku adalah tidak sempat memiliki mertua,”
“Kamu tidak perlu mengejekku sejauh itu. Akui saja bahwa kita hidup dalam tatanan moral, dan norma,”

Suaranya redam. Ia lebih seperti belatik betina yang malu, namun menunggu oceh rayu pejantan dalam diam. Sesekali ia berpura mengibaskan ekor, seakan memperlihatkan pantatnya yang sintal.

“Sekarang, jawablah pertanyaan-pertanyaanku itu,”
“Jika saya menjawab dengan jawaban yang sama?”
“Apa? Pamflet maksud kamu?! Lalu kamu anggap aku apa?”
“Perempuan, titik!”
“Ah, kamu sungguh membingungkan!”
“Bukan saya yang membingungkan!”
“Lantas siapa lagi? Kamu memang selalu ingin menang!”

Galau. Kamu benar-benar mendesakku. Kemarin kamu telah menghina kelelakianku. Impoten!, cemoohmu kasar. Bagimu, aku adalah budak nafsu, pemuja muara kenikmatan yang kamu miliki. Entah, mungkin kamu tengah membayangkanku seolah kutu yang suka menelusup di antara rambut kumal, dan bau. Lalu, dengan leluasa menghisap darah, dan puas.

Hari IV

“Katakan padaku perihal ketampanan, dan kejantanan,”
“Tidak!”
“Kau sedang membalasku?”
“Bukan,”
“Lantas?”
“Karena kamu lelaki. Itu saja!”
“Kita pernah sepakat bahwa, kita terlahir di tengah kuasa moral dan norma,”
“Ah, kamu sungguh pengecut!”

Gusar.

“Jangan pikir aku mengharapkanmu telanjang, dan membuktikan bahwa ‘anu’-mu hanya sebatas simbol. Persis seperti gantungan kunci.”

Kamu terkekeh. Aku belingsut.

“Sejak kapan kamu gila?!”
“Sejak moral, norma, dan anggapan, melukiskan imajinasi dan kehendak di atas keperempuananku.”
“Kamu bercita-cita mengganti kelaminmu?”
“Kamu menawarkan untukku menjadi kuas, lalu dengan leluasa melukis di atas kertas putih keperempuanan?”
“Sudah, kita tidak perlu plagiasi terhadap anggapan-anggapan masa lalu itu.”

Kamu tercenung cemas.

“Kamu tidak perlu orasi untuk mencari dalih akan kecantikan dan kelembutanmu. Karena kamu adalah perempuan. Itu saja.”

Seakan belatik betina, kau kibaskan sayap tawarkan kemolekan. Dengan sedikit ragu, kau gerakkan ekor perlihatkan sintal pantat. Dan aku adalah lelaki.


Seja o primeiro a comentar

Post a Comment

Followers

Catatan Gila © 2008 Template by Dicas Blogger.

TOPO